Rabu, 30 Maret 2016
karya ilmiah
BENARKAH EKSISTENSI PENGELOLA SEKOLAH MEMPENGARUHI MUTU SISWA
Disusun
oleh :
YUSRAN A. TOMUTU
NIM: 281414051
JURUSAN
SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Untuk lomba
karya ilmiah
2016
KATA
PENGANTAR
Rasa
syukur kepada sang pencipta cinta (Allah SWT) yang telah menciptakan cinta
kepada makhluk yang dicintai. Penulis berterimakasih atas karunia yang telah
diberikan oleh sang pencipta cinta sehingga karya tulis ini dapat
terselesaikan.
Tidak sedikit hambatan yang
dihadapi dalam penyusunan tulisan ini, namun berkat Rahmat Allah SWT yang
disertai semangat dan usaha keras serta bantuan dari semua pihak terutama
teman-teman se-kelas, maka kesulitan tersebut dapat diatasi dengan baik.
Penulis menyadari keberadaan
tulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh sebab itu kritik
dan saran demi penyempurnaan tulisan ini sangat penulis harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan Taufik dan Hidayah kepada kita semua. Amin .
. . !
Gorontalo, Maret 2016
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
JUDUL...................................................................................................i
KATA
PENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR
ISI........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang...............................................................1
B.
Rumusan
Masalah..........................................................4
C.
Pembahasan....................................................................4
BAB II PENUTUP
A.
Kesimpulan..................................................................9
B.
Implikasi.......................................................................9
C.
Saran.............................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Realita kehidupan yang menerjemahkan
berbagai aspek, inilah bukti bahwa segala sesuatu terjadi pastinya akan ada
bekas dan bekas itu menjadi asumsi asumsi dan kajian perspektif masyarakat luas
dalam konteks penerjemahan fakta dan opini berdasarkan kenyataan yang ada
selama ini. Jadi, mengenai hal itu tulisan ini
memaparkan gejolak yang melanda
bangsa terutama sumber daya manusia.
Keberhasilan pembangunan di berbagai
bidang sangat ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia yang
berkualitas. Sumber daya manusia adalah merupakan produk dari berbagai lembaga
pendidikan yang merupakan tumpuan harapan setiap manusia yang mendambakan masa
depan yang cerah dan layak. Dengan demikian maka sangatlah wajar bila Pemerintah
Republik ini melakukan berbagai upaya dalam berbagai program yang tidak sedikit
menghabiskan dana agar mutu dan kualitas pendidikan itu meningkat.
Berbagai
upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas para pendidik misalnya dengan
kegiatan pelatihan, work shop dan sebagainya bagi guru mata pelajaran dan
kepala sekolah. Dalam kegitan-kegiatan tersebut dilatihkan antara lain berbagai
metode dan model pembelajaran dengan harapan proses pembelajaran akan efektif
terutama karena adanya proses Cara Belajar Siswa Aktif. Mungkinkah semua
itu akan terwujud, jawabannya adalah sejuta keraguan dan kekhawatiran, cara
belajar siswa aktif dapat terwujud dengan adanya berbagai faktor, terutama
harus ada motivasi dari para siswa itu sendiri. Bagaimanapun hebatnya seorang
guru yang begitu menguasai berbagai model dan metode pembelajaran, tapi tanpa
adanya motivasi dari siswa maka semuanya akan sia-sia.
Faktor utama penyebab ketiadaan motivasi belajar yang berdampak merosotnya
mutu pendidikan itu antara lain karena terdapatnya dua pilihan bagi awak
pendidik yang saling tarik menarik antara tujuan untuk mendapatkan PUJIAN / PENGAKUAN dan MUTU OUT PUT itu sendiri . Sehingga
kenyataan yang sering di temui di lapangan yakni kedok mutu dan kualitas, namun
sebaliknya justru yang dilirik adalah bagaimana memperoleh pujian dan pengakuan. Hal ini merupakan imbas dari suatu kondisi
bila pihak Sekolah yang dapat meluluskan siswa 100% maka pasti akan mendapat
acungan jempol dan bahkan dapat dipromosikan untuk menempati jabatan yang lebih
baik, entah presentase kelulusan tersebut didapatkan dengan cara apa, itu tidak
penting, Tapi sebaliknya bila ada seorang pengelola Sekolah yang memiliki
idealisme tinggi yang biasanya berdampak pada presentase kelulusan siswanya
tidak mencapai 100% maka akan dianggap tidak berhasil, tidak berpihak pada
masyarakat sehingga resikonya adalah mutasi dan bahkan bisa diparkir.
Karena dengan adanya kontes
untuk memperoleh pujian maka akan terciptalah tumbuh suburnya Rekayasa
besar-besaran terutama pada penentuan hasil Evaluasi dan penggelembungan nilai
karena ingin sekolahnya mendapatkan Rangking demi pujian tersebut di atas padahal
yang diketahui semua pada ayat pertama Ummul Kitab yang artinya : Segala puji
hanya bagi Allah. Itu semua berarti bahwa biarlah Allah yang memperoleh pujian
itu karena segala sesuatu hanyalah milik dan kemampuanNya. Jadi berhak dan
wajarkah kita mengharapkan pujian ? Jawabannya adalah tidak ....... agar kita
terhindar dari kemusyrikan, hanya satu Tuhan berarti hanya satu yang berhak
untuk dipuji. Barang siapa ingin dipuji sama saja menganggap dirinya Tuhan.
Perilaku pengelola sekolah seperti
diatas akan memporak-porandakan bentuk dan arah pemikiran siswa dan yang ada
hanya sering timbulnya sifat siswa yang apatis terhadap pendidikan. Rapuhnya
rasa kebersamaan, hancurnya sendi moral dan etika yang konsekuensinya dapat
mempengaruhi kualitas hidup siswa sebagaimana siswa sebagai asset yang akan
memimpin Bangsa di masa mendatang
Mencermati
kondisi tersebut maka penulis merasa perlu untuk mengabadikan suatu pertanyaan
sekaligus pernyataan menjadi sebuah judul Karya Tulis Ilmiah: ”BENARKAH EKSISTENSI PENGELOLA SEKOLAH
MEMPENGARUHI MUTU SISWA”
B. Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
maka permasalahan dalam tulisan ini diorientasikan sepenuhnya pada batasan
berikut :
- Bagaimana perilaku pengelola sekolah untuk mencapai mutu siswa
- Apakah perilaku pengelola sekolah dapat mempengaruhi mutu siswa
C. Pembahasan
sebagai generasi bangsa,
siswa tentunya di pacu untuk mempersiapkan mental dan pikiran guna membangun
kualitas hidupnya. Antara mutu dan
pujian, inilah pernyataan yang menjadi sebuah pertanyaan hal layak untuk di
kaji secara luas oleh pengelola sekolah dan siswa yang berada dalam organisasi/
lembaga pendidikan.
budaya organisasi berhubungan dengan bagaimana
pengelola sekolah mempersiapkan karakteristik budaya yang ada di sekolah
terutama mutu siswa. Dalam konteks ini budaya organisasi melandasi pola fikir
dan pola sikap dari seluruh personil sekolah. Jika budaya yang berkembang di
sekolah sifatnya positif maka dapat dipastikan akan membimbing ke arah tindakan
dan perilaku positif dari seluruh penghuni sekolah baik pengelola sekolah dan
siswa pada umumnya. Sebaliknya budaya sekolah yang cenderung negatif dapat pula
mempengaruhi tindakan dan perilaku positif dari seluruh penghuni sekolah baik
pengelola sekolah dan siswa. Implikasi dari kedua hal tersebut akan berpengaruh
pada perilaku dan pola pikir siswa yang nantinya menjadi bakal calon pemimpin
Bangsa di masa mendatang. Cara Belajar Siswa Aktif. Mungkinkah semua itu
akan terwujud? Ya muda -mudahan. Meski di landa keraguan semuanya tetap
menyakini mutu dari sumber daya manusia khususnya siswa akan lebih baik. proses merupakan jalan satu-satunya untuk
menghargai dan menghormati sumber daya manusia. Proses ada kaitanya dengan
kualitas dan kuantitasnya kehidupan seseorang tersebut dalam menggunakan waktu.
Siswa sadar akan kemampuan yang ia miliki saat akan kenaikan kelas atau tiba
kelulusan. Sebenarnya banyak yang mengaku belum terlalu menguasai pelajaran
atau bahkan kemampuan mereka belum sepadan tetapi mereka lebih memilih untuk
lebih cepat naik kelas atau lulus karena ada paksaan yang tak terlihat oleh
pihak pihak yang bersangkutan. Bagi mereka itu merupakan kesempatan yang emas,
tapi bagi dunia luas itu kesempatan yang buruk.
Melihat kondisi masyarakat terutama
kondisi siswa dewasa ini maka motivasi belajar siswa sangatlah jauh dari yang
di harapkan. Beralasankah
bila pelaksana pendidikan dianggap berpihak pada masyarakat bila laksana
mencekoki siswa dengan racun, yakni dengan memaksakan seorang siswa harus lulus
yang pada kenyataannya masih memerlukan bimbingan dan pembinaan, apakah itu tidak meracuni siswa ? Dan
hal ini dapat menciptakan suatu kondisi siswa yang sangat memprihatinkan dengan
berpandangan : Ah untuk apa belajar, untuk apa masuk kelas, untuk apa masuk
sekolah, untuk apa berprilaku baik. Toh nantinya juga pasti kita akan LULUS semua
.
Padahal bila memang yang di inginkan
adalah menciptakan hasil pendidikan yang berkualitas, maka sebaiknya menetapkan
suatu kebijakan tepat yang berdampak terwujudnya suatu kondisi bagi semua pihak
terutama bagi masyarakat : Jika memang hari ini terdapat beberapa siswa yang
belum berhasil, hal itu janganlah dianggap sebagai kiamat bagi siswa tersebut.
Karena semua itu pada hakikatnya adalah merupakan bagian dari pada proses untuk
menuju mutu yang lebih baik bila siswa tersebut diberikan kesempatan untuk
peroleh bimbingan dan pembinaan kembali, dan pula hal itu akan menjadi cermin
bagi siswa yang lain pada masa-masa akan datang bahwa bila kita tidak belajar
dengan sungguh-sungguh, bila kita sering bolos, bila kita berperilaku tidak
baik, kita pasti tidak akan berhasil.
Namun disini harus tetap diperhatikan
kelenturan dan keluwesan, ada hal-hal tertentu yang perlu memperoleh suatu
kebijakan yang cerdas karena kenyataan bahwa manusia tidaklah semuanya
dikaruniai IQ yang cemerlang, biarlah siswa yang dikaruniai dengan IQ jongkok
ataupun pas-pasan namun diimbangi dengan prilaku baik dan kehadiran di sekolah
terutama dalam kelas selalu tepat waktu memperoleh perkecualian. Ciptakanlah
semacam EMERGENSI agar siswa tersebut berhasil dengan kata lain diluluskan. Ini
adalah salah satu bentuk kebijakan nurani yang cerdas, bukan hantam kromo
sehingga siswa yang berprilaku buruk dan yang kehadirannya hanya sekian
persenpun mendapatkan pertolongan, karena ingin dianggap berpihak pada
masyarakat dan mau memikirkan anak bangsa, apakah dapat digolongkan memikirkan
anak bangsa bila proses pendidikan itu menciptakan kondisi bila suatu waktu ada
orang tua bawa golok di sekolah karena anaknya tidak lulus karena masyarakat
sudah terlanjur menganggap musibah yang luar biasa bila anaknya tidak lulus. Penyebab
dari peristiwah semacam ini adalah tekanan emosional yang tidak dapat dikontrol
oleh pengelola sekolah, pengeloa sekolah hanya berfokus pada sebuah eksistensi
kepemimpinannya sehingga mutu siswa yang seharusnya sudah mulai terbengkalai
bahkan tenggelam oleh keinginan untuk mendapatkan pengakuan atau pujian tanpa
memerhatikan mutu dari generasi bangsa.
Hasil penelitian Arnold dalam
Goleman (2000:49) menemukan bahwa predikat juara itu tidak memberikan gambaran
apapun tentang bagaimana mereka merespon kesulitan-kesulitan hidup. Kondisi ini
menunjukkan bahwa sangat diperlukan suatu kecerdasan untuk mendampingi
kecerdasan berfikir. Paradigma ini yang disebut kecerdasan emosional ( emotional intelegency ).
Namun dalam pandangan Goleman
(2000:5) yang menyatakan bagaimanapun kecerdasan tidak berarti apa-apa bila
emosi yang berkuasa. Jadi kecerdasan emosi harus pula dibarengi dengan
kecerdasan intelektul untuk menunjang keberhasilan seseorang. Oleh karenanya,
antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi keduanya harus berbarengan
dalam pengimplementasiannya.
Kecerdasan emosional memungkinkan
hubungan pengelola sekolah dengan personil sekolah lainnya seperti guru, dan
siswa pada umumnya akan berlangsung efektif. Demikian juga dengan emosi yang
cerdas pengelola akan menjadi suri teladan bagi guru dan siswa. Dengan kata
lain bahasa emosional ( emotional
language ) merupakan bagian penting yang harus dimiliki oleh setiap
pengelola sekolah agar terjalin hubungan yang harmonis dengan personil sekolah
lainnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Selain kecerdasan emosioanal dan
kecerdasan intelektual dalam pembentukan wajah sekolah, pengelola sekolah harus
memiliki kemampuan yang cukup tinggi, berpandangan jauh ke depan serta memiliki
berbagai strategi yang handal. Dalam memimpin suatu lembaga pendidikan,
pengelola sekolah harus memiliki suatu kemampuan dan proses mempengaruhi,
membimbing, mengkoordinir dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya
dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran,
agar supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif
di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran. Sehingga apa yang
di harapkan akan terlaksana jua yaitu kualitas generasi bisa dipertanggung
jawabkan di mata dunia.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan uraian di atas, maka
dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut:
- Adanya motivasi belajar siswa mempengaruhi kualitas hidup siswa tersebut.
- Bagaimanapun perilaku pengelola sekolah akan sangat mempengaruhi bentuk dan warna dari wajah sekolah dan juga masyarakat sekolah khususnya siswa
B.
Implikasi
sebagai pengelola di sekolah harus memiliki
kemampuan dan keterampilan yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hitam putihnya sebuah lembaga pendidikan yang bernama sekolah akan sangat
ditentukan oleh sebuah figur yang bernama pengelola sekolah. Wajah sekolah yang
dipimpin oleh kepala sekolah yang berdedikasi tinggi akan sangat berbeda dengan
wajah sekolah yang dipimpin oleh pengelola sekolah yang masa bodoh, dan ini
semua sangat menetukan motivasi atau cara belajar siswa yang efektif
C.
Saran
Berdasarkan uraian, simpulan dan implikasi yang
telah dikemukakan, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:
- Pengelola sekolah hendaknya memiliki tingkat kecerdasan intelektual dan terutama kecerdasan emosional yang tinggi, mengingat kedua kecerdasan tersebut yang terpatri dalam diri pengelola akan sangat mempengaruhi perilaku kepemimpinannya di sekolah.
- Pengelola sekolah hendaknya dapat meningkatkan dua kecerdasan tersebut aterutama kecerdasan emosional melalui proses pembelajaran emosi yang diawali dari pengenalan terhadap emosi diri, motivasi diri, mengelola emosi, empaty dan membina hubungan yang dilaksanakan secara kontinu dan progressif.
- Perilaku pengelola harus terus diperbaiki dan ditingkatkan agar nantinya dapat membentuk wajah sekolah atau mutu siswa sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Goleman Daniel; 2000, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional); Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum
Kartono Kartini; 2001, Pemimpin dan Kepemimpinan; Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada
Nawawi Hadari; 1995, Kepemimpinan yang Efektif; Yogyakarta; Gajah Madav University Press
Segal Jeanne; 2001, Meningkatkan Kecerdasan Emosional; Jakarta; Cipta Aksara Publising
Langganan:
Postingan (Atom)